SENYUM PEMIMPIN BANGSA
Karya : Anita Sartika
--- dimulai ba'da sholat Isya
Selama ini, aku tak pernah memahami mengapa disetiap kelas yang aku masuki selama Sembilan tahun usia pendidikanku selalu saja terpajang foto pemimpin negeri, presiden serta wakilnya dan lambang negara, Garuda "Bhineka Tunggal Ika" didepan kelas atas papan tulis. Selama ini, aku menganggap nya hanya sebagai kewajiban kelas untuk menghargai pemimpin negeri, sehingga foto mereka haruslah ditempel disetiap kelas. Hingga suatu hari..
"hah? Ruang kelas kita dipindah lagi?" tanyaku kaget saat baru saja tiba disekolah dan kebetulan berpapasan dengan seorang temanku yang berjalan tergesa-gesa sembari memegang kemoceng ditangannya.
"iya, cepetan deh lu ke kelas baru kita! trus bantuin kemas-kemas barang dikelas lama!"
aku dan teman-teman lainnya membersihkan kelas baru kami. Sebuah ruangan yang teramat kecil karena kelas ini sesungguhnya dipotong dua. Baiklah, inilah sekolahku. MAN 1 Model Bengkulu, sebuah sekolah Islam Negeri bertaraf internasional. Demi meningkatkan kualitas dan kuantitas siswa siswi maka pihak sekolah memutuskan bahwa disemester dua tahun ajaran 2011/2012 akan mengalami penciutan siswa. Maksudnya, sebuah kelas yang dulunya berisikan 30 sampai dengan 35 di kurangi hingga mencapai 21 sampai 22 kepala saja. Suatu tindakan yang tidak mudah mungkin , dikarenakan dampak dari keputusan tersebut adalah kurangnya ruang belajar siswa. Namun pemikiran sekolah tidaklah sempit, mereka memutuskan untuk membatasi sebuah ruangan dengan 'triplek' hingga satu ruangan kelas disemester satu, disemester dua dapat menjadi dua kelas.
Kalian tahu bagaimana jadinya? Begitulah. Sumpek, serasa nyesak. Sempit sekali, kami seolah rebutan oksigen didalam kelas ini.
"eh, lu bisa nempelin foto presiden diatas sana?" perintah Asmi kepada seorang lelaki berbadan lumayan besar yang tengah memindahkan pot diteras depan . lelaki itu bernama Verdy.
"ha? Suruh Seplan aja deh! Gue ga nyampe, kalo mau naik kursi, ntar patah lagi. Hahahhaa" teman-teman lainnya ikut tertawa mendengar ucapan Verdi. Sepran yang adalah ketua kelas pun mengambil foto presiden beserta wakilnya dan menempelkannya didinding di atas papan tulis.
Aku menghela nafas panjang, lelah sekali. usai menata meja dan kursi, menempalkan jadwal piket, pelajaran, dan lain sebagainya. Aku duduk dan memperhatikan foto Pak SBY yang kini terpampang jelas didepanku "dia tersenyum" gumamku pada diri sendiri. Akupun ikut tersenyum. "hai pak, hari yang melelahkan bukan" bisikku pada foto Pak Sby diatas sana. Pak presiden tak merespon omonganku, dia hanya tersenyum dan terus tersenyum.
"hoalah pak, saya tahu kok, kalo saya ini cakep. ngak usah senyum-senyum gitu lagi ngeliatin saya" akupun melirik kearah foto Pak Budiono, dia juga tersenyum kearah ku "halo Pak, hari yang melelahkan bukan?" sapaku kepada Pak Budiono. Namun, sama seperti omonganku yang tak ditanggapi Pak Sby sebelumnya, Pak Budiono juga tak merespon. Dia hanya tersenyum dan tersenyum. Begitu seterusnya.
"hoii non! Lo cengar cengir ajaa dari tadi! Kesambet jin apa sih?" aku dikagetkan oleh Ana, gadis cantik yang kini menatapku penuh curiga. "oh tidak!tidak Ana, aku tidak gila" jawabku dalam hati, menjawab tatapan curiga gadis cantik iini.
****
"hoaammm.." ngantuk! Bosan sekali rasanya belajar tengah hari seperti ini. Fisika lagi. Mr. J( dibaca Mister Ji) dengan asyiknya mencatat materi dipapan tulis, dia menjelaskan dengan suara yang tiba-tiba saja meroker, tiba-tiba pelan, tiba-tiba bervolume besar. Fisika? Kau tahu itu pelajaran apa? Itu adalah pelajaran yang sangat teramat memusingkan kepala. Bagiku, Fisika adalah racun yang mampu merusak komponen otak kanan (ha, ngomong apa) . maklumlah, untuk orang kategori seperti aku, Fisika itu lewat! Lewat begitu saja. Masuk telinga kiri, mantul lagi telinga kiri. Alias sama saja ngak ngerti!
Ingin sekali rasanya aku tidur siang-siang seperti ini. aku melirik jam didinding, pukul 3.05 menit. Aku membayangkan saat ini aku tengah berada dirumah, terdampar dikasur ku dikamar dan berselancar didunia mimpi. Aku ingin tidur!!
Ya, aku akan menceritakan sedikit lagi. Perubahan yang terjadi disekolahku tidak hanya sampai pemindahan ruang kelas dan penciutan siswa saja. Juga tambahan jam belajar! Iya, kami yang biasanya pulang jam tiga paling lama, kini terkurung disekolah hingga jam lima. Sungguh sungguh terlalu bukan? tapi, yasudahlah, semua ini adalah demi kebaikan dan kesuksesan bersama.
"teeeeett teeettt teettt" bel pertanda berakhirnya jam pelajaran fisika sudah berbunyi. yihaaaa, aku bersorak dalam hati. MR. J mengemasi bukunya, dan keluar meninggalkan kelas serta meninggalkan siswa-siswi yang dibuatnya pusing tujuh keliling dengan materi yang ia beri.
"ngantuk.. " gumam Rahmadani, sambil mendaratkan kepalanya diatas meja.
"juga" sambung Ana dan diikuti pula dengan Nini "parah"
"sudah sudah! Yuk kita kemasjid ! bentar lagi azan Asar noh!" Asmiyunda mengajak kami yang terkantuk-kantuk untuk bergegas ke masjid. Aku melirik ke wajah Asmi, ah gadis ini. tak ada sugores pun guratan stress diwajahnya akibat disuguhi materi fisika beberapa menit yang lalu, bagaimana bisa?
Sepanjang perjalanan dari kelas menuju masjid yang berjarak cukup dekat, kami berlima sibuk bercakap-cakap
"gue ngantuk banget cint! Asli" kata Rahma sambil mengucek-ngucek matanya
"iya, gue juga. Tapi tadi gue ngak berani tidur dikelas. Gue takut sama Mr. J. lo tau sendiri kan , gimana dia kalo nemuin siswa yang ia ajar tak memperhatikan penjelasan yang dia beri." Timbrungku kemudian.
"ho'oh, gue ga mau bernasib sama kaya papan tulis kita dikelas lama. Hikz padahal gue ngantuk sangat tadi guys! Andai saja, yang ngajar kita tadi bukan Mr. J, pasti gue dah molor dah" curhat Ana.
Aku nyengir kuda mendengar ucapan Ana tentang nasib papan tulis dikelas lama. Memang, papan tulis yang teramat malang, haha, baru beberapa hari saja papan tulis baru itu tertempel dengan cantik dikelas, lantas pada suatu hari yang menyedihkan, sebuah penggaris kayu menghantam tubuhnya dengan dahsyat. Gedeguar!
Papan tulis cantik itu kini telah cacat. Dengan luka memar dibagian depannya. Malang, sungguh ironis sekali dia. Tahukah kalian siapa yang menghantam papan tulis itu? yapp, tidak salah dan tidak bukan, guru 'itu' . papan tulis itu kini sering terdengar merintih, "wahai Wahyu, ini semua salahmu!"
Iya, Wahyu lah biang dibalik cacatnya papan tulis dikelas lama. Saat ada jam pelajaran Mr. J, dengan tanpa bersalahnya dia tak memperhatikan sama sekali. Wahyu malah sibuk memutar bola mata keluar pintu, memperhatikan orang-orang yang melintas didepan sana. Mr. J yang kala itu menemukan Wahyu tak memperhatikannya, langsung ambil tindakan. Dan korbannya, ya papan tulis itu. tersangkanya? Oke, biarlah kita salahkan Penggaris saja.
"sudah! Cepatlah! Ambil wudhu, tuh Ulul dah azan!" Asmi mempercepat langkahnya, aku, Ana, Rahma dan Nini saling melirik.
"ehem, abis Asar jam pelajaran apa?" Tanya Nini
"Kimia" jawab Ana tampak sempoyongan
"oh My God " gumamku tak percaya
"tenang saja, kita bisa tidur! Kan yang ngajar bukan Mr. J. hahahhaaa" Rahma tertawa dengan sorot mata liciknya. Kamipun ikut tertawa.
***
Jreng jreng.
"kovalen koordinasi adalah…….. "
Kimia sudah dimulai. Seorang guru muda menjelaskan materi didepan sana. Ia asyik mencatat beberapa hal, dan sesekali bertanya "kalian sudah mengerti?"
"yaaa" sahut beberapa orang dengan suara yang terdengar lesu sekali. aku melirik kearah Ana, tidur! Dia sudah tertidur dibalik buku yang ia tegakkan, kulirik pula Rahma, dia sudah terpejam. Kuputar bola mata kearah Nini, ambooii sama saja, ketiga gadis ini kini telah dijemput kereta mimpi.
Karena memang sudah teramat mengantuk sore ini, kudaratkan kepalaku diatas meja. Aku juga ingin tidur. Tapi, baru beberapa detik saja aku memejamkan mata, aku seolah mendengar suara "perhatikan gurumu!" aku terbangun. Takut. Kulirik Asmi, siapa tahu dia yang bersuara tadi, tapi alhasil Asmi asyik mencatat pelajaran dibuku catatannya. Siapa itu tadi? Tanyaku penasaran.
Kulirik kearah Amin dipojok belakang, siapa tahu dia yang bersuara, tapi Amin tampak sudah terkantuk-kantuk dengan kepala yang terjatuh –jatuh.
Kuperhatikan anak-anak sekelas, beserta guru Kimia didepan sana. "mereka seperti tak mendengar suara itu" pikirku. "sudahlah, aku tidur saja"
Lagi-lagi, baru beberapa detik aku mendaratkan kepala keatas meja, terdengar suara itu lagi
"hai anak muda! Bangun! Perhatikan gurumu!"
Aku terhenyak. Merinding.Siapa itu? Jangan-jangan ada jin dikelas ini.
Aku mendongakkan kepala keatas sana. Kearah dua foto pemimpin negeri Indonesia. Senyum Presiden. Ah, senyum itu kini hilang. Difoto itu , kini kutemukan Pak Sby menatapku marah
"hei! Perhatikan gurumu menjelaskan! Perhatikan Ia! Jangan tidur saat belajar! Jangan bermalas-malasan saat gurumu menjelaskan!" kini suara itu semakin jelas ditelingaku. suara itu, terdengar dari foto pemimpin negeri didepan sana. oh Tidak! Foto itu bisa berbicara!
"wahai Anita Sartika! Tidakkah kau tahu bagaimana susahnya merebut kemerdekaan? Kini, kau malah seperti ini. bermalas-malasan didalam kelas tak memperhatikan guru menjelaskan! Mau jadi apa kau ini? mau jadi apa negeri ini hah? Wahai pelajar, generasi penerus bangsa, sungguh bagaimana nasib Indonesia ini kelak ada ditangan kalian! Namun, jika pelajar Indonesia bermalas-malasan seperti ini, aku kawatir! Aku khawatir meletakkan nasib negara ini ditangan kalian. Aku kawatir!"
Foto Pak Sby berbicara berapi-api. Aku ketakutan sekali, peluh bercucuran jatuh begitu saja. Lidahku kelu, badan ku gemetaran, aku tak berani lagi menatap gambar pemimpin negeri ini kini, Pak Sby tampak marah dan sedih sekali. aku takut sekali, aku takut sekali sore ini karena aku dimarahi pemimpin negeri. Dengan tubuh bergetar, ku tatap papan tulis. Mataku tak berkedip menatap rangkaian ilmu yang tertulis didepan sana. Aku takut tak memperhatikan pelajaran lagi, aku takut dimarai pemimpin negeri lagi.
***
Semalaman aku memikirkan kejadian aneh tadi sore disekolahan. Ketika foto Pak Sby berbicara kepadaku, memarahi aku karena tak memperhatikan materi yang guru beri. Ingin sekali rasanya aku menceritakan apa yang ku alami pada teman-teman lainnya, namun, aku takut jika nantinya aku malah ditertawakan karena dianggap membuat lelucon yang tidak tidak. Akhirnya, kupendam saja semuanya, dengan niat besok aku akan mengajak foto pak Sby serta foto Pak Budiono berbincang kepadaku, lagi.
Esok harinya, aku datang tepat ketika bel berbunyi. Dengan tergesa-gesa aku berlari ke masjid sekolah karena sholat dhuha akan segera dimulai. Usai sholat, aku berdoa, berharap foto pak Sby akan berbicara padaku lagi, dan aku ingin menanyakan sesuatu kepada beliau.
Jam pertama dimulai dengan Bahasa Indonesia. Pelajaran yang teramat kusenangi. Tak ayal, jam pelajaran ini aku bersemangat sekali, sesekali kulirik foto Pak Sby serta Pak Budiono didepan sana, mereka berdua tersenyum manis kearahku. Senyum yang kemarin sore sempat hilang, namun pagi ini merekah kembali.
Bahasa Indonesia berjalan lancar, malah aku seolah mendengar foto Pak Sby berbisik manis ketelingaku "aku suka semangatmu anak muda" aku tersanjung mendapati pemimpin negeri memujiku, bahagia bukan kepalang rasanya. "aku pun juga suka sekali melihat semangat belajarmu pagi ini, pelajaran Bahasa Indonesia ya? Hem, kau sepertinya sangat mencintai Indonesia?" Tanya foto pak Budiono kepadaku.
Aku menjawab dengan sedikit terbata-bata "i-i-iya p-pak. S-sa-saya c-cinta se-sekali kepada I-Indonesia"
Mendengar jawabku, aku seolah melihat senyum difoto pak SBY dan Pak Budiono merekah makin manis, "kami senang mendengarnya. Kau harus konsekuen dengan perkataanmu mencintai Indonesia! Jika kau benar-benar cinta Indonesia, kau harus rajin belajar! Jangan bermalas-malasan lagi! Jangan tak memperhatikan saat gurumu menjelaskan pelajaran! Jangan tidur-tiduran dikelas! Semangatlah Anita, semangatlah duhai generasi penerus bangsa!" foto Pak Budiono terdengar tulus menyemangatiku, aku tersenyum senang sekali. tiba-tiba, foto Pak Sby bersuara "hei, sudah! Belajar lagi sana! Tuh guru matematikamu sudah masuk! Belajar yang semangat ya!"
Mendengar kata matematika, wajahku nyaris pucat pasi. M-A-T-E-M-A-T-I-K-A
Peluhku kembali bercucuran pagi ini, ketika aku sama sekali tak mengerti apa yang dijelaskan ibu Rita guru matematika didepan sana. Matematika bagiku adalah sepupunya Fisika, sama-sama rumit, sama-sama disibukkan dengan yang namanya monster angka, sama-sama sulit diterima oleh otakku.
"oii, lu baca tweetannya Raditya tadi malam?" Ana berbisik pelan ketelingaku, dia mengajakku berbicara dijam pelajaran. Tampaknya Ana juga pusing dengan matematika yang diberi pagi ini.
"ng-ngak!" jawabku pelan. Aku sedikit takut ngobrol jam pelajaran seperti ini, aku takut foto Pak Sby dan Pak Boediono didepan sana marah lagi. Aku takut, dan aku tak mau dimarahi pemimpin negeri lagi.
"hei, dia mau ke Padang loh bulan Februari ntar! Dan ceritanya dia mau ke Bengkulu!"
Mendengar sang idola akan ke Bengkulu, aku terlunjak kaget. Konsentrasiku terhadap pelajaran yang tadinya sangat-sangat kecil, kini hilang sama sekali. "oh ya?" tanyaku dengan volume yang tinggi mengakibatkan seluruh pasang mata dikelas menatapku bersamaan.
"eh, so-sorry" ucapku malu.
"dasar munafik!"
Aku mendengar suara itu lagi. Kulirik foto pak Sby, dia diam, senyumnya hilang, dia menatapku dengan sorot mata kecewa, aku tertunduk, takut. Kulirik foto Pak Budiono, dia menatapku, "kau bilang kau cinta Indoneisa! Tapi lagi lagi, kau tak bersungguh-sungguh belajar! Kau bermain-main belajar! Kau asyik ngobrol saat belajar! Aku kecewa! Aku kecewa sekali padamu!"
***
Kelas lengang sekali siang ini. semua anak sepuluh satu berhamburan menyerbu Kantin Mak Dery karena Rahmadani akan mentraktir mereka makan-makan merayakan ulang tahunnya yang ke lima belas tahun. Aku diam dikelas, seorang diri. Aku tak lapar, aku enggan sekali. kutolak ajakan Rahmadani, kutolak ajakan teman-teman sekelas yang mengajak ku untuk ikut makan-makan, karena aku benar-benar tidak bernafsu. Badmood.
Kurasa, kesehatanku kini memburuk. Bayangkan saja, aku dimarahi oleh pemimpin negeri ini. kenapa hanya aku yang dimarahi? Bukankah banyak anak-anak lainnya yang bercanda saat guru menjelaskan, tidur saat guru menerangkan, dan lain sebagainya. Lalu, kenapa hanya aku yang dimarahi? Kenapa?
"Anita…. "suara itu memanggilku. Aku tau siapa pemilik suara itu, suara itu berasal dari foto Pak Sby yang tertempel didinding depan kelas. Aku enggan mendongakkan kepala, aku enggan menyahut omongan nya lagi, aku enggan dimarahi nya lagi. Aku takut!
"Anitaa.. lihatlah aku!"
"Tidak!" jawabku pelan, aku merasa seolah telah melakukan kesalahan besar karena menolak ajakan berbicara dari pemimpin negeri, walau hanya fotonya saja.
"Anita. Kami berdua tak bermaksud memarahimu. Namun, kami hanya ingin menyemangatimu saja.." ucap foto Pak Sby
"iya Anita, kami ingin menyemangati mu!" sambung foto Pak Budiono.
"tapi, tapi bapak bilang aku munafik karena aku mengingkari perkataanku sendiri. Pak, aku mencintai Indonesia, tapi jujur saja. aku lemah sekali akan matematika, juga kimia, apalagi fisika. Aku ingin menjadi pelajar yang baik, pelajar yang berbobot, cerdas, pintar, smart dan lainnya. Hingga nanti aku dapat menjadi penerus bangsa yang berguna, tapi itu dia Pak, aku tidak mengerti fisika, matematika, kimia, aah Pak susah sekali itu semua. Jangan marahi aku Pak, jika aku tak belajar sungguh-sungguh. Karena sejujurnya, aku telah mencoba mempelajarinya, namun otakku menolak itu semua Pak. "
"Anita, jangan berkata seperti itu. otakmu tidak menolak, tapi kau saja yang mengganggap nya susah. Niatkan dihatimu, bahwa kau mampu. Belajarlah, pahamilah, jangan mudah putus asa! Kau bisa Anita!" ujar foto Pak Sby, sekarang kutemukan ia kembali tersenyum kepadaku.
"iya Nak, kau mampu! Kau bisa Anita! Berusahalah lagi, belajar lah lagi! Jangan jadikan angka-angka itu sebagai monster yang menaklukkan mu, tapi jadikkanlah ia monster yang kau taklukkan bukan dengan tanganmu, tapi dengan otakmu! Belajarlah sungguh-sungguh Anita, belajarlah! Kau pasti bisa!" sambung foto pak Budiono, tersenyum.
Akupun ikut tersenyum melihat foto kedua pemimpin negeri ini tersenyum,
"baiklah pak, terimakasih semangatnya!" kataku, "Pak, boleh aku bertanya sesuatu?" tanyaku kemudian
"boleh saja, apa yang mau kau tanyakan?" foto pak Sby balik bertanya
"pak, mengapa teman-temanku lainnya tak dapat mendengar suara kalian?"
"karena kami melihat kau menyimpan segudang mimpi didalam jiwamu! Kami ingin memotivasimu!" jawab foto Pak Budiono tenang
"oh, begitu ya Pak. Makasih banyak ya.. "ucapku sembari menundukkan kepala
"satu lagi, karena kau suka berimajinasi. Hingga kau menganggap foto kami yang tertempel didinding kelasmu mampu bersuara. Padahal sejatinya, yang kau dengar selama ini adalah dialog hatimu sendiri!" ucap foto Pak Sby kemudian.
Akupun tersadar, bahwa sesungguhnya foto memang tak dapat bersuara. Imajinasi, percakapanku dengan foto kedua pemimpin negeri ini selama dua hari terakhir adalah dialog hatiku sendiri. Namun, aku tetap saja bahagia. Aku seolah benar-benar telah berbincang dengan presiden dan wakilnya benaran. "makasih kedua Pemimpin negeri. Terimakasih banyak duhai motivator penyemangat belajar ku, terimakasih wahai foto didinding.." gumamku berterima kasih, foto Pak Sby, dan Pak Budiono tersenyum mendengarnya, burung garuda diatasnya seolah berkicau riang.
***
Sebulan sudah aku duduk disemester dua. Kini aku semakin giat belajar, kutaklukkan soal-soal berbelit fisika, juga matematika dan soal lainnya dengan otakku. Tentunya dengan usaha yang tak mudah. Aku belajar berhari-hari, membolak-balik buku tebal bermalam-malam, membaca berjam-jam, hingga nanti aku dapat meraih mimpi. Menggapai impian, memeluk cita-cita.
Kutatap dua foto Pemimpin negeri yang tertempel didinding atas didepan kelas. Kini aku mengerti, dan aku pahami. foto pemimpin negeri, presiden juga wakilnya serta burung garuda, ada untuk menyemangati. Untuk memotivasi, dan agar siswa-siswi didalam kelas tak main-main dalam belajar, bersungguh-sungguh dalam menimba ilmu, hingga nanti Indonesia makin berjaya dengan generasi-generasi brilian yang membawa Indonesia menjadi Negara maju dengan sumber daya manusia yang berkualitas.
"tidak malu kah engkau kepada Pemimpin mu, jika engkau bermalas-malasan dalam menimba ilmu?"
Kini, setiap aku merasa ngantuk, bosan, atau tak mengerti, lelah dan putus asa dalam belajar berbagai pelajaran disekolah, kutatap foto presiden serta wakilnya. Senyum mereka adalah obat mujarab mengembalikan semangat belajarku. Teruslah tersenyum wahai Pemimpin bangsa, hingga kelak Kalian akan melihat kami menjadikan Indonesia makin Berjaya!
10.49, Selesai ----